Masjid Al-Aqsha Milik Kita

Oleh :  DR. H. Hasan Basri Tanjung,MA

Sejatinya, Masjid al-Aqsha memiliki sejarah panjang dari zaman ke zaman. Setidaknya, bisa ditelusuri sejak Nabi Ibrahim AS dan kedua putranya. Melalui Nabi Ismail AS lahirlah bangsa Arab hingga Nabi Muhammad SAW.

Sementara itu, lewat Nabi Ishak lahir Nabi Yakub AS dan keturunannya (Bani Israel). Pada masa Nabi Musa AS, Bani Israil (Kaum Yahudi) mengalami penindasan Firaun dan melarikan diri dari Mesir. (QS al-Baqarah[2]: 251).

Setelah Nabi Daud AS mengalahkan Jalut, mereka pun menetap di Palestina. Putranya Nabi Sulaiman AS kemudian membangun (kembali) Masjid al-Aqsha (Haykal Sulaiman). Sepeninggalnya, Bani Israil semakin durhaka kepada Allah SWT hingga membunuh Nabi yang diutus kepada mereka. (QS al-Maidah [5]: 70).

Dua abad kemudian, Masjidil Aqsha dihancurkan oleh Nebukadnezar dari Babilonia (Irak). Kaum Yahudi ditawan dan dijadikan budak. Namun, mereka bisa kembali setelah Raja Cyrus dari Persia yang mengalahkan Babilonia (500-400 SM).

Kemudian, Alexander Agung dari Macedonia pun menduduki Yerusalem (Baitul Maqdis). Akhirnya, Kaisar Titus dari Romawi meluluhlantakkan kota suci tersebut termasuk Masjid al-Aqsha (300-190 SM).

Sejak itu, kaum Yahudi dilarang tinggal di Palestina. Inilah awal mula diaspora, yaitu mereka mengembara dan terlunta-lunta ke seluruh penjuru bumi tanpa Tanah Air. (Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, 1995).

Kehinaan yang dialami kaum Yahudi diabadikan Alquran agar menjadi pelajaran bagi umat manusia (QS Ali Imran [3]: 112). Ketika Khalifah Umar Bin Khattab berkuasa dan  mengunjungi Palestina, ia ditunjukkan lokasi Masjid al-Aqsha dahulu.

Ternyata, lokasi suci tersebut telah menjadi tempat sampah (638 M). Setelah dibersihkan, ia berkata, “Inilah tempat yang pernah digambarkan oleh Rasulullah SAW kepada kita. Mari kita jadikan tempat ini sebuah masjid.”

Kemudian, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (705-715 M) membangun kubah besar (Qubbat al-Shakhrah) untuk melindunginnya dan mendirikan sebuah masjid di sebelah selatan yang dikenal sebagai Masjid al-Aqsha.

Melintasi sejarah tersebut, semestinya kaum Yahudi berterima kasih kepada umat Islam. Sebab, sejak Khalifah Umar RA, mereka bebas berdiam di Yerusalem setelah ratusan tahun tertindas.

Akan tetapi, sejak negara Israel diakui PBB pada 1948, justru mereka balik menjajah Palestina. Kini, sebagian besar wilayah Palestina telah dirampas dan dibatasi tembok tinggi. Mereka diusir dari rumahnya lalu dibangun permukiman Yahudi, dan tidak bisa shalat di Masjid al-Aqsha. Inilah kebiadaban modern.

Nabi SAW berpesan agar menjaga dan mengunjungi Masjid al-Aqsha. “Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh, kecuali ke tiga masjid, yaitu; masjidku ini, Masjid al-Haram, dan Masjid al-Aqsha.” (HR Muslim).

Sekali lagi, jangan biarkan rakyat Palestina berjuang sendiri, sebab Masjid al-Aqsha milik kita, umat Islam seluruh dunia. – Allahu a’lam bish-shawab. — repost-Republika Onilne Kolom Hikmah–

Ekspresi Cinta kepada Nabi SAW

EKPRESI CINTA KEPADA NABI SAW

Oleh : Dr. H. Hasan Basri Tanjung, MA.

Peristiwa ini pula yang melatari turunnya surah al-Lahab ayat 1-5 (M Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, halaman 343).

Berbagai penghinaan terhadap pribadi maupun agama Islam terus terjadi sampai masa kini. Namun, beliau tetap terhormat, sebab Allah SWT yang telah memuliakannya. “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam [68]: 4).

Tentu saja, kita tidak menerima dan tak boleh membiarkan penghinaan terhadap Nabi SAW. Namun, membela kehormatannya mesti dengan meneladan akhlaknya yang mulia. Sebab, beliau diutus ke muka bumi untuk memperbaiki akhlak manusia (HR Ahmad).

Salman al-Audah dalam buku Inilah Rasulullah SAW, menukil riwayat dari Aisyah RA yang menceritakan, “Beliau bukanlah orang yang suka berbuat atau berkata keji, tidak pula berteriak-teriak di pasar, dan juga tidak membalas keburukan dengan keburukan. Namun beliau memaafkan dan berlapang dada.” (HR Ahmad). Kemuliaan akhlak itu pula yang menjadikannya teladan bagi umat manusia (QS al-Ahzab [33]: 21).

Seiring peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal 1442 H, sepatutnya kita merenung ulang ekspresi cinta kita kepada Nabi SAW. Setidaknya ada empat cara mengekspresikannya yakni;

Pertama, memperbanyak shalawat dalam setiap keadaan (QS al-Ahzab [33]: 56). Kedua, mendawamkan sunah harian seperti shalat tahajud, puasa, dhuha, dan sedekah (QS Ali Imran [3]: 31).

Ketiga, mendakwahkan ajaranya kepada umat manusia, terutama mereka yang belum mendapat hidayah Ilahi (QS an-Nahl [16]: 125). Keempat, menceritakan sejarah kehidupannya (sirah) dan membela dengan cara yang elegan (QS al-Fath [48]: 29).

Walhasil, ekspresi cintai kepada Nabi SAW akan berbeda pada setiap orang. Namun, tidak sepatutnya dengan cara yang menyalahi kemuliaan akhlaknya. Semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak aamiin. Allahumma sholli wa sallim wa baarik alaih. Allahu a’lam bish-shawab.

 

 

Sekolah Anak Kita

Dr.H.Hasan Basri Tanjung, MA
Ketua Yayasan Dinamika Umat/Dosen UNIDA Bogor
*****

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pilu rasanya hati melihat kenyataan yang menimpa anak-anak kita belakangan ini. Peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual seakan menjadi rangkaian mata rantai yang belum juga bisa diakhiri.

Sebagian anak mengalami nasib malang karena dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Begitu pula seorang anak SD menganiaya temannya hingga tewas. Hingga seorang gadis kecil ditemukan tewas di dalam kardus setelah mengalami kekerasan seksual.

Sejatinya, anak-anak adalah perhiasan hidup dunia yang menyenangkan hati orang tua. Mereka dilahirkan bersih, jujur dan tiada nista, fitrah dan selalu condong kepada kebaikan. (HR Bukhari). Anak kecil selalu tampil apa adanya sehingga kehadiran mereka selalu dinanti dan dirindukan dalam keluarga (QS 3: 14, 18: 46).

Anak belajar dari kehidupan sehingga mereka adalah produk masa yang dilaluinya. Karena itu, kita wajib menyediakan tempat-tempat belajar (sekolah) terbaik bagi mereka.

Ada empat sekolah yang membentuk kepribadian mereka. Pertama, keluarga. Sekolah pertama bagi anak adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga dibangun tata sosial dan etika seorang anak. Ayah dan ibu menjadi guru utama untuk menanamkan akidah tauhid, syariat, dan akhlak (QS 2: 132-133, 31: 13-19).

Sikap, kata, dan perbuatan orang tua menjadi model dan rujukan utama bagi anak (kurikulum). Dr M Nasih Ulwan dalam buku Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan, keluarga menjadi wadah menanam akidah pohon tauhid dan syariat dengan keteladan, pembiasaan akhlak karimah, serta nasihat yang baik. Lalu, proses itu dikawal dengan pengawasan maksimal agar tumbuh menjadi pohon yang baik (syajaratun thayyibah).

Kedua, lembaga pendidikan (sekolah). Sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, di mana tata sosial dibangun lebih terbuka. Sekolah harus menjadi komunitas baru yang aman dan nyaman agar anak bisa tumbuh normal bersama teman sebayanya.

Guru layaknya orang tua kedua bagi anak. Kurikulum yang baik akan membantu keluarga dalam pembiasaan sikap, kata, dan perilaku anak. Orang tua wajib memilih sekolah terbaik bukan termahal, yakni sekolah yang mengajarkan akidah lurus, syariat yang benar, dan akhlak yang baik.

Ketiga, lingkungan. Lingkungan sosial paling besar pegaruhnya, yakni kerabat, tetangga, teman sebaya, publik figur, tokoh masyarakat, pejabat negara, dan lainnya. Kejahatan, kekerasan, dan penyimpangan seksual sering kali dilakukan oleh orang dekat dan dikenal.

Orang tua harus memastikan anak pergi dengan siapa, di mana, main apa, dan berapa lama. Anak juga bisa belajar dari lingkungan alam sekitarnya. Jika alam masih terjaga, akan berdampak positif pada diri anak. Sebaliknya, jika alam rusak, hutan ditebang dan dibakar, polusi udara, asap kabut, dan hewan yang mati juga akan buruk bagi anak. Untuk itu, wajib bagi kita menjaga kelestarian alam semesta sebagai sekolah buat anak-anak masa depan.

Keempat, media. Sekolah keempat adalah media massa (cetak, elektronik, dan online), media sosial (Facebook, Twitter, dll), dan media komunikasi (HP, gadget). Dampak buruk siaran TV, internet, game online, gadget begitu nyata. Pornografi dan pornoaksi begitu mudah diakses.

Tayangan TV yang tidak mendidik dan HP yang merenggangkan hubungan keluarga. Warnet menjadi “sekolah” buruk yang bertebaran 24 jam. Anak pun bisa menjadi pribadi yang lemah, malas, dan pesimistis. (QS 4: 9).

Tidak ada kata lain kecuali kita harus hijrah berjamaah dari kemaskisatan, kezaliman, ketidakpedulian, kepura-kepuraan (ad-dzulumat) menuju ketaatan, keadilan, kepedulian, kejujuran (an-nuur). Kembali kepada keluarga dengan kasih sayang.

 

Adab Kepada Guru

Adab Terhadap Guru“Payung di Waktu Shubuh”

Bismillahirrahmanirrahim.
Teringat masa -masa kecil dahulu, kisaran umur 7-12 tahun, saat usia SD di Patihe, Labusel. Betapa hormat kepada para guru2 SD, bukan hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Bahkan, nyaris rasa hormat itu keliru, yakni menghindar ketemu guru di jalan, karena segan atau takut bersikap salah.

Guru begitu dipuji dan dihormati. Kalau disapa atau disuruh melakukan sesuatu, bangganya bukan main. Menjadi murid yang sering disuruh-suruh, memiliki arti yang luar biasa. Hingga kini, sebagian dari guru SD di kampung masih hidup dan masih kenal dengan saya.

Mereka pun ikut bangga atas pencapaian saat ini. Tak lupa, saya berikan hadiah buku Karunia tak Ternilai. Karena senangnya, guru pavorit saya, Pak Ngatiyo namanya, menelepon dengan senangnya.

Mengapa saya sebagai murid begitu hormat dan bangga pada gurun? Jawabnya pasti, selain integritas guru yang tinggi, juga sikap orang tua yang memuliakan guru.
Penghormatan orang tua kepada guru di depan anaknya, sangat besar dampaknya bagi anak, dalam menanamkan akhlak atau adab kepada guru. Kepada orang tua, nasehat sederhana ini harus dilakukan, “muliakan guru anakmu, agar anakmu memuliakan gurunya dana orang tuanya.”

Sebagai guru, kadang tidak banyak yang diharap dari murid-muridnya, selain menjadi pribadi yang beriman, berakhlak dan berilmu. Tidaklah mengharapkan pemberian materi atau yang lainnya. Melihat murid beradab di tengah masyarakat, bahagianya tak terkira. Mendengar kabar dari orang tuanya, bahwa si murid taat beribadah dan berbakti, sangat membahagiakan. Apalagi berprestasi gemilang di kancah ilmu pengetahuan.

Shubuh tadi, sebagai guru bahagia dan bangga rasanya ketika usai shalat berjamaah di masjid. Hujan yang cukup deras menghalangi langkah kembali ke rumah. Tiba-tiba seorang murid saya kelas 2 SD IT Dinamika Umat, Basith namanya, menghampiri dan memberikan payung.

“Pak Tanjung, ini payung agar tidak kehujanan”. Spontas saya bilang, “alhamdulillah, senang kali punya murid macam si basith”, di depan ayahnya pak Lutfi dan jamaah laiinya. Tentulah, akhlak. Macam ini muncul karena didikan orang tuanya di rumah, yang juga mjd model menghormati guru anaknya. Horas semua kawan.

Di Depan Surga

H. Hasan Basri Tanjung, MA.
(Ketua Yayasan Dinamika Umat/Dosen Unida Bogor)

*****
“ …. dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”(QS.3:27

Ketika kita melakukan perjalanan dan melewati tempat pemeriksaan, mulai dari yang sederhana hingga yang besar (antar negara), lalu tidak dilakukan pemeriksaan, bahkan disambut dengan kehormatan, sungguh sebuah penghargaan luar biasa. Biasanya, hal ini hanya berlaku  untuk orang-orang yang sangat penting (VVIP), yakni kepala negara, pemerintahan atau tamu negara. Mengapa mendapat privillage (keistimewaan) itu ? Mereka dipandang layak menerimanya atas kedudukan, prestasi dan karyanya. Read More

Bi Ghairi Hisaab

H. Hasan Basri Tanjung, MA.
(Ketua Yayasan Dinamika Umat/Dosen Unida Bogor)
*****
“ …. dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”(QS.3:27)

Mukaddimah
Bismillahirrahmanirrahim. Salah satu karunia Allah yang paling berharga adalah waktu. Waktu itu memang unik. Ia datang sesuai masanya dan tidak pernah berhenti. Jika ia lewat tak akan pernah kembali. Awal dan akhir segala sesuatu selalu berdasar waktu. Semua ibadah berkaitan dengan waktu, bahkan sah tidaknya tergantung waktu. Begitu pentingnya, Allah SWT. berulangkali bersumpah atas nama waktu. Pada setiap pergantian waktu, kita dituntut untuk ingat kembali kepada-Nya. Tahun Hijriyah 1436 sudah berjalan dan Bulan kelahiran Nabi SAW yakni Rabiul Awal pun tiba. Tahun Miladiyah segera berganti ke Tahun Baru 2015. Sepatutnya, disetiap pergantian waktu ada refleksi dan introsfeksi diri. Seberapakah amal saleh dan amal buruk yang dilakukan ? Sebab, semua itu akan dihitung dan dibalas di Hari Perhitungan (Yaumul Hisaab). Semoga tulisan ini mengingatkan kita agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Amiin. Read More

Melupakan !

H. Hasan Basri Tanjung, MA.
(Ketua Yayasan Dinamika Umat/Dosen Unida Bogor)
*****
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik “(QS.59:19)

Mukaddimah
Bismillahirrahmanirrahim. Bulan Muharram 1436 H berjalan begitu cepat.   Rasanya waktu bergulir begitu saja. Umur semakin bertambah, meski pun hakekatnya berkurang jatah hidup di dunia yang fana ini. Visi dan misi hidup Kita sebagai Muslim mestinya jauh ke depan yakni mempersiapkan hidup akhirat yang abadi dengan karya besar yang membanggakan. Berbagai kenikmatan yang kita raih adalah karunia Ilahi yang patut kita syukuri, agar lebih bermakna ukhrawi. Jika kita tidak pandai bersyukur, niscaya karunia itu akan sirna secara perlahan tapi pasti. Salah satu sifat mendasar manusia adalah salah dan lupa. Al-khata’ wa an-nisyan sifatu min al-insan (salah dan lupa adalah sifat manusia). Namun, melupakan karunia atau kebaikan yang diterima dari Allah SWT  adalah penyakit  berbahaya. Mengapa manusia mudah melupakannya ? Semoga tulisan singkat ini mengingatkan kita agar pandai berterima kasih. Insya Allah, amin. Read More